Foto: Mei Amelia
Jakarta - Pemerintah telah menetapkan kuota impor garam untuk industri selama tahun 2019 ini sebanyak 2,7 juta ton. Per 15 Agustus 2019, baru 1,54 juta ton garam yang sudah diimpor. Sedangkan, sekitar 1,16 juta ton sisanya belum juga direalisasikan, padahal, kebutuhan produksi industri sudah menipis.
Lalu, bagaimana industri memenuhi kebutuhan garamnya? Apakah mau menggunakan garam produksi lokal?
Dari kuota impor garam 2,7 juta ton selama tahun 2019, baru terealisasi sekitar 1,543 juta ton. Dari kuota tersebut masih ada sekitar 1,1 juta ton garam impor untuk industri yang belum terealisasi. Nantinya, garam tersebut akan digunakan untuk industri aneka pangan, industri chlor alkali plant (CAP), industri kimia, industri kertas, dan sebagainya.
"Dari 2,7 juta ton itu, realisasi baru 1,5 juta ton. Dari rekomendasi hasil rakor tahun lalu itu, semester pertama 2,7 juta ton. Baru terealisasi 1,543 juta ton, itu termasuk untuk aneka pangan dan industri lain termasuk CAP, industri kertas, dan industri kimia. Artinya masih banyak kekurangan, kurang lebih 1,1 juta ton yang belum diimpor," terang Sekretaris umum Asosiasi Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara usai menghadiri rapat koordinasi realisasi impor garam di semester I-2019, di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Cucu mengungkapkan, belum terealisasinya sisa kuota impor garam 1,1 juta ton karena belum keluarnya rekomendasi teknis (rekomtek) dari pemerintah. Namun, ia belum mengetahui alasan pemerintah belum mengeluarkan rekomtek tersebut hingga saat ini.
"Tanya kepada pemerintah. Belum ada rekomtek apapun belum. Kan kalau soal itu kebijakan tanya kepada pengambil kebijakan, pemerintah," ungkap Cucu. Menurut Cucu, industri pengguna garam tak ada masalah menggunakan garam produksi RI apabila memenuhi klasifikasi garam industri yang dibutuhkan.
"Nggak ada masalah (kalau memenuhi kriteria garam industri). Kita kan melihat faktor kualitas, standar-standar kualitas. Tinggal sekarang mau nggak aneka pangan, Indofood, Unilever memakainya? Ya kan begitu," kata Cucu.
Perlu diketahui, kriteria garam yang dapat digunakan untuk industri yakni kadarnya NaCl-nya di atas 97%, dan kadar airnya kurang dari 0,5%. Sedangkan garam rakyat kadar NaCl-nya kurang dari 94%, dan kadar airnya sekitar 5%.
"Garam industri itu NaCl di atas 97%, kadar air maksimum 0,5%, belum nanti magnesiumnya. Kalau garam lokal masih tinggi kadar airnya, di atas 1%," jelas Cucu.
Namun, Cucu menuturkan persoalannya kembali lagi ke masalah harga. Garam produksi petani dalam negeri harus bisa bersaing. Menurutnya, garam impor berpotensi mematok harga yang lebih rendah. Begitu pun dengan makanan dan minuman yang akan berpotensi harganya meningkat dengan biaya produksi yang meningkat jika harga bahan baku lebih mahal.
"Daya saing industri kita bilangnya. Sekarang mereka orang-orang luar, China, masuk ke sini, bahkan makanan dan minuman juga banyak impor. Kita akan kalah, jadi negara importir," imbuh dia. Menurut Cucu, saat ini adalah waktu yang tepat untuk merealisasikan sisa impor garam sebesar 1,1 juta ton. Apabila tidak segera direalisasi, industri terutama industri aneka pangan dapat berhenti berproduksi.
"Harus sekarang, segera. Tadi harusnya ada GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia) dari Ajinomoto, dia sudah ketar-ketir, dia sudah tidak ada bahan baku. Mereka itu Ajinomoto, Unilever, Indofood, Wingsfood. Kalau sekarang tidak ada supply bahan baku ya otomatis, dia akan berhenti produksi," papar Cucu.
Pasalnya, sisa stok garam industri hanya tinggal 77.000 ton dan diprediksi akan habis di bulan September. Bahkan, saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang kehabisan bahan baku garam.
"Paling juga sampai September habis. Malahan sudah ada perusahaan yang sudah habis," sebutnya.
Cucu menegaskan, industri pengguna garam tak meminta penambahan kuota impor garam. Hanya saja, pihaknya meminta pemerintah segera merealisasi sisa 1,1 juta ton impor garam. "Kita ingin sesuai hasil rapat lalu itu yang 2,7 juta ton direalisasikan. Karena ini kebutuhan sangat mendesak. Ada perusahaan-perusahaan pemasok anggota makanan dan minuman yang sekarang sudah merumahkan karyawannya, stop produksi, karena sudah habis bahan baku.
Ada yang sudah laporan, PT Cheetham sudah merumahkan 180 orang karyawan karena sudah habis bahan baku. Mereka adalah para supplier aneka pangan yang besar-besar seperti Indofood, Unilever, termasuk Ajinomoto, Wingsfood, termasuk juga industri yang lain," pungkasnya.(dna/dna)(Vadhia Lidyana)
Sumber : detik.com
Post Comment