Foto: Tim Infografis Zaki Alfarabi
Jakarta - Satuan tugas waspada investasi menyebut jika penggunaan aplikasi fintech kredit online ilegal alias rentenir online memiliki banyak dampak buruk. Tak hanya untuk peminjam, tapi juga orang-orang yang ada di dalam kontak telepon nasabah.
Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi, Tongam L Tobing menjelaskan ada beberapa dampak dan risiko buruk yang akan dialami oleh masyarakat yang menggunakan aplikasi fintech ilegal ini.
Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi, Tongam L Tobing menjelaskan ada beberapa dampak dan risiko buruk yang akan dialami oleh masyarakat yang menggunakan aplikasi fintech ilegal ini.
Dia mengatakan, fintech ilegal itu memberikan biaya administrasi yang sangat besar. Misalnya dengan meminjam Rp 1 juta, maka yang diberikan hanya Rp 600.000 ini artinya pinjaman yang dapat dicairkan hanya 60% dari pinjaman. Lalu bunga yang diberikan sangat tinggi dan denda yang tidak terbatas. Selain itu, peminjam akan mendapatkan ancaman dan intimidasi dari pihak penagih jika telat membayar. Teror tersebut akan terus dilakukan selama utang belum dibayar oleh peminjam.
Tongam menambahkan dalam proses peminjaman, biasanya fintech ilegal ini pasti meminta izin untuk mengakses kontak telepon dan galeri pengguna. Hal ini dilakukan supaya fintech ilegal itu punya 'kartu' untuk mengancam jika pembayaran macet.
"Hati-hati kalau memberikan izin akses kontak telepon, dugaan kita mereka juga menggunakan data kontak di hp itu untuk dijual, mereka bisa menarik semua kontak itu kan," ujar Tongam saat berbincang dengan detikFinance.
Menurut Tongam, untuk memperdalam dugaan tersebut, pihak satgas sedang melakukan investigasi lanjutan. "Seperti sekarang ini, tiba-tiba makin banyak SMS penawaran pinjaman uang atau yang lain. Bisa saja kan? Karena data nomor hp kita ada di teman yang pinjam ke mereka," jelas dia.
Dia mengungkapkan, memang laporan yang masuk ke satgas tentang penagihan ini paling banyak melalui telepon. Namun telepon yang dilakukan tak ada henti-hentinya. Hal ini tentu sangat mengganggu peminjam dan rekan peminjam yang ada di kontak hp tersebut.
"Karena pinjamannya online ya penagihannya online juga, ancamannya online juga. Tapi ini bisa bikin sakit, karena diteror terus disuruh bayar, orang lain juga diteror terus untuk bantu menagih. Ada juga yang foto di galerinya diambil dan diancam akan disebarkan," jelas dia.
Misalnya seperti korban fintech di Solo, wanita tersebut fotonya diambil dari galeri dan diedit dengan tambahan tulisan siap digilir untuk melunasi utang. Tongam menyebutkan memang saat ini, segala cara dilakukan oleh aplikasi fintech abal-abal untuk menjaring mangsa. Misalnya dengan mencantumkan logo OJK dan menyebut mereka terdaftar di OJK.(kil/zlf)(Sylke Febrina Laucereno)
Sumber : detik.com
Post Comment