WE Online, Jakarta - Kondisi pangan Indonesia saat ini tidak dapat dikategorikan sepenuhnya mengandalkan impor. Beberapa produksi pangan nasional bahkan mampu surplus. Hal itu disampaikan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P Roslani, Kamis (22/8/2019). Rosan beranggapan, saat ini ancaman impor sebetulnya sudah mulai bisa dikurangi jika melihat pada hasil kerja sektor pertanian. Rosan menilai tren sektor pertanian mulai mampu memiliki nilai tambah.
Misalnya, Rosan menyebutkan, ekspor pangan Indonesia selama empat tahun terakhir mengalami lonjakan dahsyat seperti terakhir pada 2018 volume ekspor produk pangan menembus angka 42 juta ton. "Beras nasional juga 2018 terbukti surplus kan sampai 2 juta ton lebih. Nah, bila memang surplus kan tidak perlu impor. Mengartikan juga Indonesia tak selamanya impor," ungkap Rosan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2013 jumlah volume ekspor produk pertanian Indonesia adalah 33,5 juta ton. Kemudian pada 2016 mengalami dua kali kenaikan mencapai 36,1 juta ton dan 40,4 juta ton. Begitu juga di 2017, ekspor produk pertanian bertambah lagi jumlahnya, yakni 41,3 juta ton. Di 2018, ekspor produk pertanian mampu mengukuhkan jumlah sebesar 42,5 juta ton.
Selama peridoe 2014-2018, jumlah seluruh nilai ekspor produk pertanian Indonesia berhasil mencapai Rp1.957,5 trilliun dengan akumulasi tambahan Rp 352,58 triliun. BPS juga mencatat bahwa nilai PDB pertanian sejak 2014-2018 mengalami peningkatan. Dari data BPS, pada 2017 dan 2018, PDB sektor pertanian menyumbang 3,7 persen sehingga mampu melampaui target nasional, yaitu 3,5 persen.
Melejitnya PDB sektor pertanian tersebut, menurut BPS, disebabkan salah satunya capaian ekspor komoditas yang baik sehingga berpengaruh ke perekonomian negara. Meskipun harus diakui, masih ada juga kebutuhan pangan nasional yang bergantung impor. Namun menurut Rosan, kebijakan tersebut harus dipahami tujuan penyebabnya.
"Jika memang stok pangan dalam negeri kurang, ketimbang menimbulkan gejolak di masyarakat, harga tinggi, membuat ekonomi tidak stabil, maka impor pangan tetap diperlukan," ujar Rosan. Kendati demikian, kata Rosan, jumlah impor pangan juga tidak boleh sampai berlebihan, sebab harus ditambah dengan stok produksi pangan lokal yang ada.
"Juga tidak dilaksanakan di saat musim panen raya petani. Karena bakal merugikan petani, menggerus pendapatan hasil mereka," ucap Rosan.
"Juga tidak dilaksanakan di saat musim panen raya petani. Karena bakal merugikan petani, menggerus pendapatan hasil mereka," ucap Rosan.
Post Comment